7/03/2011

KISS THE RAIN [CHAPTER 15&16]




TITLE: KISS THE RAIN [CHAPTER 15&16]
AUTHOR: Jivon / @KWONLADY_
CAST: Find it yourself :)
GENRE: Romance
RATING: G





CHAPTER 15
Still Chaerin’s POV

“Lagu ini…..” Aku mulai berharap-harap cemas saat Jiyong mulai berkomentar.

“W-Wae? Kau mengingatnya?”

“Aneh aku belum pernah mendengar lagu ini. Tapi aku seperti sudah tau lagu ini sebelumnya.”

“B-Begitu…” Aku menghela nafas kecewa.

“CL, ceritakan tentang temanmu yang bernama Jiyong itu. Aku penasaran, sampai kau rela berkorban begitu.”

Mata ku terus tertuju pada mata Jiyong, aku memandangnya sambil menahan airmata ku yang rasanya sudah mau jatuh daritadi.

Aku menceritakan semua kenangan-kenangan ku bersama Jiyong kepada Jiyong sendiri. Berharap dia bisa mengingat semua nya, masa-masa yang pernah kulewati bersama nya.

“Oh… Jadi kau sudah bertemu dengannya tapi dia tidak mengenalimu? Kau pasti kesepian..”

“Ne, aku sangat kesepian…”

“Datanglah kemari tiap hari. Aku dengan senang hati menyambutmu disini.”

Aku tersenyum pahit mendengarnya, “Gomawo Jiyong-ah.”

“CL,  sebenarnya rasanya mencintai orang itu bagaimana? Appa bilang aku ini dulu sangat mencintai Sandara, tapi aku tiak merasakan apa-apa dengan Sandara. Aku lebih merasa senang saat kau kemari.”

Hati ku semakin terasa perih saat Jiyong berkata seperti itu. Jadi benar Jiyong mendapat amnesia dan appa nya mencuci otak nya? Mengatakan semua hal-hal bohong pada Jiyong. Keterlaluan.

“Cinta? Cinta itu….. cinta itu hanya kau yang bisa merasakannya, di sini, di dalam sini.” Aku meletakkan telapak tangan Jiyong di dada nya.
“Waktu kau merasa ingin selalu bersama seseorang, wanita yang kau cintai. Rasanya kau ingin selalu bersama dia, menjaga dia. Tidak ingin dipisahkan, rela berkorban, perasaan yang beda dari  perasaan lainnya.”

Jiyong mengangguk-anggukan kepalanya dengan wajah polos. Aku hanya tertawa perih melihat reaksi nya yang polos, seakan-akan ia benar-benar tidak mengenalku. Andai aku punya mesin waktu yang bisa membawa ku dan Jiyong ke masa lalu.

“CL, kalau begitu kenapa kau begitu mencintai Jiyong?”

“Karena…. Dia rela di tendang dari keluarga nya demi aku, ciuman pertama nya diberikan kepada ku, hatinya diberikan kepadaku, bahkan rela hidup susah demi gadis bodoh seperti ku.”

“Ani, kau tidak bodoh. Jangan menangis lagi. Kau mau bermain?” Jiyong menggendong Gaho dan tertawa kecil, mencoba menghiburku yang tidak bisa menahan air mata lagi.

DRRTT DRRTT! Kantong ku terasa bergetar karena panggilan yang masuk dari Hong-ki. Aku mengambil HP ku hendak mengangkatnya.

“HP mu sangat lucu! Andai aku punya HP sepertimu.”

“Mwo?” Aku mengurungkan niatku mengangkat telpon Hong-ki, “Kau tidak punya?”

“Ani, appa ku tidak memperbolehkan ku mempunyai HP. Keluar dari rumah ini saja aku tidak boleh.”

“Jinja? Kau mau pergi jalan-jalan keluar?”

“Tentu saja mau. Kau mau membawa ku jalan-jalan?”

“Kau mau? Aku bisa bawa kau jalan-jalan.”

“Jinja?!” Jiyong terlihat sangat senang, “Besok kau bisa bawa aku jalan-jalan?”

Aku menganggukan kepala ku dan tersenyum.

“Tapi ini rahasia kita berdua ya?” Jiyong mengacungkan kelingkingnya kepadaku.

Kau ini umur berapa masih berjanji dengan benda ini? Kata-kata Jiyong terpintas dipikiranku. Aku teringat saat ia mencium ku dan berjanji tidak akan meninggalkanku.

“Ne, aku akan menjaga rahasia kita.” Aku juga mengacungkan kelingking ku ke kelingking Jiyong.

“Jiyong-ah, aku harus pulang sekarang. Aku akan kemari lagi besok.” Aku mengambil tas ku.

Jiyong mengantar ku sampai ke pagar luar. Ia tampak sangat senang dan tidak sabar saat aku bilang akan membawa nya jalan-jalan keluar besok.

“Annyeong Gaho. Jaga appa mu baik-baik, arasso?” Aku mengelus wajah Gaho.

“Arasso eomma.” Jiyong mengubah suaranya dan membalas kalimatku.

Aku tertegun mendengar arasso eomma yang keluar dari mulut Jiyong.

“Mwo? Eomma?”

“Ne, aku appa, kau bisa jadi eomma Gaho. Gaho sepertinya menyukaimu. Aku juga menyukai mu. Kau sangat baik.” Jiyong tersenyum.

Aku membalas senyuman Jiyong dengan senyum menahan sakit di dadaku. Aku tertawa kecil, berpamitan dengan Jiyong lalu berjalan meninggalkan villa yang megah itu. Aku menelpon Hong-ki.

“Hm, mian oppa tadi tidak mengangkat telpon mu.”
“Ne, aku tadi ke villa Jiyong, sekarang mau pulang. Kau mau menjemputku?”
“Arasso aku tunggu kau disini. Gomawo.”

***

TIN TIN! Hong-ki meng-klakson mobilnya dari jauh. Aku yang sudah menunggu daritadi berdiri dan berjalan menghampiri mobil Hong-ki.

“Sudah menunggu lama?”

“Lumayan oppa.” Aku masuk ke dalam mobil.

“Mian, mian.” Hong-ki tertawa kecil dan kembali menyetir mobilnya.

“Oppa, kita ke tempat Seunghyun oppa dulu ya?”

“Arasso.”
“Ohiya. Aku punya hadiah untukmu.” Hong-ki mengeluarkan sebuah amplop dari kantongnya.

“Mwo? Apa ini?” Aku membuka amplop itu.

“YA! Apa ini sungguhan?! Appa sudah tidak memblokir tabunganku?! Aigo kartu kredit ku juga sudah tidak diblokir?!” Aku tertawa senang melihat isi amplop itu.

“Ne, appa mu bilang untuk beli kebutuhan mu.”

“Aigo appa tumben sekali baik seperti ini.”

“Aiss, dasar kau ini. Kita sekalian ke makan di tempat Seunghyun saja ya? Aku laparrrrrrr.” Hong-ki menggunakan nada memelas.

“Ne.”

***

“EOMMA!! OPPA!!” Aku berlari ke pelukan eomma dan Seunghyun oppa begitu turun dari mobil.

“Aigo Chaerin! Eomma merindukanmu!”

“Aku juga eomma.”

“Kau lapar? Aku buatkan makanan ya, untukmu dan Hongki.” Seunghyun oppa masuk ke dalam dapur bersama eomma.

“Ne, gomawo oppa.”

Aku duduk dengan Hong-ki di tempat duduk yang dekat dengan dapur. Harum makanan sudah tercium dari tempatku, wangi sekali.

“Chaerin!!”

“Ah, Seungri!!” Aku kegirangan saat melihat Seungri.

“Lee Hong-ki!!!” Seungri berteriak di samping Hong-ki.

“Lee Seung-hyun!!” Hong-ki balas berteriak.

“YA! Seungri, sini sini!” Aku menarik Seungri menjauh dari tempat Hong-ki.

“Kau tau Jiyong belum meninggal. Aku bertemu dengannya dan aku sudah tau dimana dia.” Bisikku.

“Jinja?! Berarti keluarga nya membohongi kita?”

“Ne, Sandara juga membohongiku. Tapi Jiyong tidak mengingatku, dia mungkin juga tidak mengingatmu.”

“Maksudmu?” Seungri kebingungan.

“Setelah kecelakaan, BAM! Kepala nya mungkin terbentur keras dan sekarang amnesia. Hilang ingatan.”

“Benturkan lagi kepalanya biar ingatannya kembali.” Seungri mengacungkan telunjuknya.

“Heisss! Itu nama nya mau membunuh dia! Pabo.”

“Benar juga.” Seungri menurunkan telunjuknya. “Apa amnesia nya parah?”

“Sepertinya tidak. Dia masih mengenal ku sedikit tapi tidak mengenalku juga.”

“Mengenalmu tapi tidak mengenalmu jadi kesimpulannya mengenalmu atau tidak mengenalmu?”

“Dia mengenalku tapi tidak mengenaliku. Jadi….. AH! Kau membuatku makin bingung!” Aku memukul Seungri.

Seungri tertawa. “Setau ku kalau memang amnesia nya tidak parah masih bisa disembuhkan. Terus ingatkan dia dengan sesuatu yang membuatnya bisa mengingat mu.”

Aku menganggukan kepalaku dan kembali duduk di samping Hong-ki. Hong-ki sudah menyantap makanan nya lebih dulu.

“LEE HONG-KI!!” Seungri melompat dan duduk disamping Hong-ki.

“LEE SEUNG-HYUN!!”  Hong-ki menelan makanannya dan bermain dengan Seungri seperti anak kecil.

Aku hanya mengamati mereka sambil memakan makanan ku yang masih hangat. Seunghyun oppa menghampiri ku dan duduk disebelahku, memberi pandangan seperti mengusir kepada Hong-ki dan Seungri, meminta waktu sebentar untuk berbicara denganku.
Seungri dan Hong-ki yang masih bermain berjalan menjauh dari posisi ku.

“Bagaimana kemajuanmu dengan Hong-ki?”

Aku mengangkat kedua bahuku, “Aku hanya menganggapnya sebagai oppa, tidak lebih.”

“Kau masih mencintai Jiyong?”

“Hm..” Aku menganggukan kepalaku sambil mengunyah makanan di mulutku.

“Berita kalau Jiyong meninggal itu bohong?”

Aku kembali menganggukan kepalaku.

“Kau sudah bertemu dengannya?”

“Ne. Tapi Jiyong mengalami amnesia.”

“Kau tidak akan menyerah kan?”

“Tentu saja tidak.” Aku tertawa kecil.

Seunghyun oppa juga ikut tertawa kecil dan mengelus kepalaku, mengacak-acak rambut ku pelan, “Aku tau itu.”

“Habiskan makanan mu lalu istirahatlah. Ya! Lee-!”

“MWO?” Lee Seunghyun dan Lee Hong-ki menjawab hampir bersamaan.

“Heiss bukan kau Seungri. Hong-ki! Jaga Chaerin, arasso?”

Hong-ki menganggukan kepalanya lalu kembali bermain dengan Seungri. Menunggu ku menghabiskan makanan ku.

***

Perjalanan pulang ke rumah bersama Hong-ki dipenuhi dengan obrolan kami berdua sepanjang perjalanan.

“Oppa, besok aku boleh pinjam mobilmu?”

“Mwo? Untuk apa?”

“Pergi ke YG lalu jalan-jalan dengan Jiyong. Boleh? Boleh ya oppa?” Aku memasang ekspresi ‘puppy eyes’ ku.

“Memang nya kau bisa menyetir?”

“Heisss…” Aku mencubit Hong-ki pelan. “Tentu saja bisa. Aku ini sudah besar.”

“Hahaha. Arasso arasso. Pakailah, tapi jangan pulang malam besok.”

“Ne, gomawo oppa. Kau sangat baik.” Aku tersenyum.

“Ne, nona Chaerin.” Hong-ki juga tersenyum padaku.

Aku semakin tidak sabar menunggu hari esok dengan rasa harap-harap cemas. Pikiran-pikiran negatif terus menyerbu ku. Apa Jiyong akan mengingat ku lagi? Atau selamanya dia tidak akan mengingat ku?


***


CHAPTER 16

Still Chaerin’s POV
Seoul. December. 08.25 a.m

Memasuki awal Desember, udara diluar rumah semakin terasa dingin. Rintik-rintik salju mulai kembali berjatuhan dari langit.
Selimut salju yang menutupi jalanan semakin tebal.

“Oppa…..” Aku mengintip masuk ke dalam kamar Hong-ki mengingat hari ini mau meminjam mobilnya.

Aku melihat Hong-ki yang masih tertidur pulas dengan posisi nya yang tidak beraturan. Selimutnya tersibak ke mana-mana. Rambutnya yang pirang terurai menutupi sebagian wajahnya. Aku berjalan mengendap-endap sambil menjinjit menghampiri nya.

“Heiss…. Tidur tidak bisa diam.” Aku mengambil selimut nya dan menyelimuti nya hingga ke leher.

Aku berjongkok disampingnya sebentar, memperhatikan wajahnya yang saat tidur terlihat seperti anak kecil.

“Kau imut juga kalau sedang tidur.” Bisikku pelan.

“Kau baru sadar ya?” Aku terkejut saat mendengar Hong-ki yang menjawab ku tiba-tiba.

Mata nya yang sipit baru terbuka, rambut nya yang masih berantakan membuat penampilannya terlihat seperti seorang pemalas.

“H-Heiss, seharusnya aku tidak bicara seperti itu. Oppa aku pinjam mobil mu ya?”

“Hm-hm. Kuncinya di sana, di meja sana.”

“Gomawo oppa.” Aku mengambil kunci mobil Hong-ki dan hendak keluar dari kamarnya.

“Oppa, sarapannya sudah kusiapkan. Makanlah sebelum dingin. Annyeong!” Aku berlari keluar masuk ke dalam mobil dan dengan cepat berangkat ke gedung /yg untuk latihan.

YG building 08.46 a.m

“Annyeong! Ayo kita latihan!” Aku yang sedang bersemangat masuk ke dalam ruang rekaman.

“Ah, Chaerin!” Youngbae oppa menyapaku.
 Aku sudah berusaha menghubungimu tapi tidak bisa terus. Hari ini latihan ditunda dulu. Minzy sedang sakit lalu Bom sedang mengurus sesuatu.”

“Mianhe, HP ku memang signal nya jelek kemarin. Jinja? Jadi besok kita baru latihan?”

“Ne. Mianhe Chaerin-ah.”

“Gwenchana oppa. Kalau begitu, aku… Pergi dulu.” Aku membungkukan badanku lalu beranjak turun.

Aku kembali dalam posisi duduk di mobilku, mencoba mengingat sesuatu.

“Ah!” Aku menyalakan mesin mobil dan pergi ke sebuah mall membeli sesuatu.

***

Jiyong’s Villa. 09.32 a.m

“Apa aku datangnya kepagian ya?” Gumam ku dalam hati mengintip ke dalam pagar villa Jiyong  yang sangat besar.

Benar saja dugaanku, seperti kemarin-kemarin, Jiyong sedang bermain bersama Gaho di halamannya yang tertutup salju. Tawa nya yang polos, wajahnya yang tersenyum seperti tidak ada beban membuat ku sedikit senang walaupun rasanya perih.

“Ssst! Ssstt!” Aku memanggil Jiyong.

“Hah? AH! Gaho lihat eomma mu disini!” Jiyong terlihat senang melihatku.

“Annyeong Gaho….” Aku mengelus-ngelus wajahnya yang berlipat-lipat.

“Annyeong eomma. Aku merindukanmu, appa juga merindukanmu.” Jiyong memainkan tangan Gaho.

Appa juga merindukanmu. Apa maksud Jiyong dia merindukanku? Aku sedikit senang mendengarnya. Tapi membuatku lebih terluka ketimbang senang. Mengingat dia masih tidak tau siapa aku.

“Jiyong-ah, lihat aku punya hadiah untukmu!” Aku memberikan sebuah kantong belanjaan kepada nya.

Jiyong menurunkan Gaho dan membuka isi kantong yang kuberikan padanya. Wajahnya terlihat senang dan tidak berhetni tersenyum melihat isi nya.

“Kau membelikan ku HP yang sama dengan mu ya?! Aigo aku sangat senang! Gomawo CL!”

Karena kau juga pernah memberikan itu padaku, Jiyong-ah. Ucapku dalam hati. Ingin ku ucapkan tapi tidak jadi.

“Kau sendirian hari ini dirumah? Sudah siap jalan-jalan?”

“Hm!” Jiyong menganggukan kepalanya dengan wajah tidak sabar.

Jiyong membuka pagar, keluar meninggalkan Gaho didalam.

“Gaho, kau tidak boleh nakal arasso? Appa akan jalan-jalan dengan eomma.”

Aku tertawa kecil dan masuk ke dalam mobil bersama dengan Jiyong.

***

Kwon Jiyong’s POV

Beberapa hari ini aku merasa tidak kesepian karena mendapat teman baru sekaligus eomma baru untuk Gaho, CL. Aku tidak tau apa aku mengenalnya tapi sepertinya dia mengenalku. Dia juga sangat baik padaku.

Pertama kali aku melihatnya aku merasa seperti pernah bertemu dengannya. Rasa nya sudah tidak asing lagi bagiku. Tapi tiap kali aku mencoba mengingat-ngingat siapa dia, aku tidak bisa menemukan jawabannya dibalik pikiranku.

Entahlah. Tapi aku menyukainya, dia sangat baik.

***

Chaerin’s POV

“Ah! Tempat itu!” Jiyong menunjuk sebuah gudang tua tiba-tiba. Membuatku terkejut.

“Wae Jiyong?”
“Beberapa hari lalu aku seperti mendapat penglihatan. Aku pernah terkunci disana. Tapi tidak tau benar apa tidak.”

“Jinja?”

“Ne. Aneh sekali. Sepertinya aku pernah mengalami banyak hal tapi aku tidak bisa mengingat itu semua.”

Aku tidak menjawab Jiyong. Lagi-lagi rasa cemas, kecewa, kangen, sakit, deg-degan semua jadi satu. Kau memang pernah berada disana. Denganku. Gumamku.

“Jinja? Hal apa lagi yang pernah terlintas dipikiran mu Jiyong?”

“En… Entahlah.. Pikiran ku sedang kosong saat ini.”

“Aku bawa kau ke beberapa tempat. Kalau kau mengingat sesuatu beritau aku. Arasso?”

Jiyong menganggukan kepalanya. Sepertinya hari ini aku akan menghabiskan hari ku membawa Jiyong ke tempat-tempat yang pernah ku kunjungi dengan nya.

Aku membawa Jiyong ke tepat yang dulu pernah menjadi kwon’s boutique, tempat pertama kali aku berbicara 4 mata dengannya.

“Oh, tempat ini… Bukan kah disitu dulu ada satu ruangan kerja?” Jiyong menunjuk ke ruangan yang memang dulu adalah ruangan kerja nya.

“Ne. Kau benar.”

Aku membawa Jiyong ke tempat-tempat lainnya. Tempat Seunghyun oppa yang dulu, kamar nya yang pernah ditempati oleh Jiyong saat dikeluarkan dari keluarga Kwon. Klinik yang pernah kukunjungi bersama dia. Tempat kecelakaan yang memisahkan ku dengan Jiyong.

Akhirnya aku berhenti di sebuah taman yang menghadap sungai Han. Hari sudah gelap saat itu. Aku dan Jiyong duduk disebuah bangku taman menikmati angin yang sejuk.

“CL, aku senang hari ini bisa jalan-jalan. Gomawo.”

“Aku juga senang bisa jalan-jalan denganmu.”

Aku dan Jiyong bertatap-tatapan mata sesaat. Makin lama aku melihat ekspresi Jiyong berubah. Tangan kiri nya memegangi kepala nya.

“Kau kenapa? Ya, kau baik-baik saja?” Aku memegang wajah Jiyong yang pucat.

“A-Ani. Aku tidak apa.”

Aku melepas sentuhan tangan ku dari wajah Jiyong saat aku lihat Jiyong sudah tidak pucat lagi.

“CL, apa yang paling kau sukai dari Jiyong mu itu?”

“Mwo? Kenapa bertanya tiba-tiba?”

“Ani tidak apa. Hanya ingin tau.”

“Yang paling ku suka? Cara dia menghiburku.” Aku tertawa kecil.

“Menghiburmu? Dia menari-nari?”

Aku tertawa mendengar jawaban Jiyong yang sangat polos.

“Ani. Dia tidak menari. Mau kuberi contoh?”

Jiyong menganggukan kepala nya. Aku memeluk Jiyong erat-erat. Aku sangat merindukanmu Jiyong jeritku gemas dalam hati. Aku benar-benar merindukan pelukannya.

“Dia… Memeluk ku begini.”

“Jinja? Kalau begitu lain kali aku juga akan memeluk mu kalau kau sedih. Begini kan…” Jiyong membalas pelukanku erat-erat.

Kalau tidak ada Jiyong didepanku mungkin aku sudah menangis sekencang-kencangnya. Aku memeluk orang yang ku sayang tapi orang ku sayang tidak mengenaliku. Benar-benar hal paling sakit yang pernah kurasakan.

“Lalu? Apa dia hanya memelukmu begini?” Suara Jiyong terdengar jelas ditelingaku.

“Ani. Dia melakukan satu hal lagi.”

“Apa itu?”

“Kau yakin mau aku contohkan?”

“Hm. Biar aku bisa lakukan itu denganmu waktu kau sedih.”

“Kenapa kau ingin sekali menghiburku?” Tanyaku.

“Karena…. Rasanya aku selalu melihat mu tersenyum. Ya, beritau aku cara Jiyong menghiburmu.”

Aku menghapus airmata ku yang hampir keluar dari mata ku lalu melepas pelukan ku. Kedua tanganku memegang pipi nya yang dingin.
Aku mencium Jiyong saat itu juga, mengingat Jiyong yang selalu mencium ku saat aku sedang depresi.

Aku melepas ciuman ku lalu melihat wajah Jiyong yang kembali pucat. Tangannya kembali memegang kepala nya seperti tadi, hanya saja kali ini seperti nya keadaannya lebih parah.

“ARGH!” Jiyong menundukan kepalanya.

“J-Jiyong-ah! Kau kenapa?! Ya! YA!”

“K-Kepalaku! Sakit!”

“S-Sakit?! Yang mana?! YA! Jiyong! Jiyong!” Aku semakin panik melihatnya menahan sakit.

“Sakit! Semuanya sakit! Seperti disetrum! ARGH!!!”

Aku yang panik terus memegangi bahu Jiyong yang masih berteriak menahan sakit yang tidak tau apa penyebabnya.

“Jiyong-ah! Apa yang kau rasakan sekarang?! Ya!”

“Pergi! Pergi dari pikiranku! PERGI!”

“M-Mwo?! Kau bicara apa?! Apa yang ada dipikiranmu?! Ya!”

“D-Darah, ke-kecelakaan. P-Pergi!”

“Kau bicara apa?! Jangan membuatku takut!” Aku mulai menangis karena ketakutan.

Jiyong jatuh pingsan di pundakku saat menahan rasa sakit yang menyerbu nya tiba-tiba. Jantungku serasa melompat keluar saat aku mendengar bisikannya yang keluar di telingaku sebelum dia pingsan.

“J-Jiyong…..”

to be continued~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar