YG Special Agent
Building
“Yo Agent G!” Taeyang, sahabat Jiyong atau yang biasa
dipanggil GD menghampiri Jiyong dengan dua kaleng kopi dingin di tangannya.
“Yo Youngbae!” Jiyong menyambar sekaleng kopi dingin di
genggaman tangan Youngbae.
Jiyong dan Youngbae, keduanya bekerja di sebuah badan agen
rahasia khusus Korea Selatan sebagai agent yang harus menjalani berbagai macam
misi demi negaranya, meskipun nyawa adalah taruhannya.
Keduanya bertemu saat Jiyong harus kehilangan ibu nya, saat
itu ia masih berumur 3 tahun. Ia melihat ibunya tewas tertembak dengan mata kepalanya sendiri. Malang memang,
ia juga harus melihat bagaimana ayahnya diseret dan kini hilang entah kemana. 21
tahun sudah berlalu, Jiyong masih belum bisa menemukan ayahnya. Masih hidup
atau sudah meninggal, tiada yang tahu.
Tumbuh besar tanpa kedua orang tuanya, Jiyong mulai mengenal
dan akrab dengan yang namanya senjata. Ia dibesarkan oleh ayah Youngbae yang
juga seorang agent rahasia Korea Selatan. Melihat potensi yang dimiliki kedua
anak didiknya, Jiyong dan Youngbae, ia melatih kedua anak itu untuk menjadi
penerusnya saat ia harus pergi meninggalkan dunia ini kelak.
“Sudah selesai dengan misimu?” Jiyong menepuk pundak
sahabatnya.
“Begitulah.” Youngbae tersenyum menunjukan eye smilenya. “Ngomong-ngomong…
Ku dengar ayahku ingin berbicara empat mata dengan dirimu.”
“Ah, nae. Ia memanggilku tadi. Ia bilang ingin memberitahu
sesuatu tentang ayahku.”
Taeyang terdiam beberapa detik sebelum menjawab sahabatnya
itu. Tepukan halus diberikan Youngbae ke punggung Jiyong.
“Kenapa kau malah kelihatan lesu? Semangat! Bukannya itu
bagus? Selama ini kau selalu mencari info tentang ayahmu kan?”
Jiyong mengangguk pelan, “Tapi kalau begini aku belum siap.
Ini terlalu mendadak.”
Kantung jas Jiyong bergetar, sebuah panggilan masuk ke
handphone khusus yang diberikan badan agent rahasia itu kepada tiap-tiap agent
yang ada. Beda dengan handphone biasa, handphone tersebut memiliki fitur
tersendiri dan tidak bisa dibuka maupun diakses oleh sembarang orang.
“Jamkkaman.” Jiyong meletakkan kopinya di meja terdekat dan
mengangkat telponnya, “Yeoboseyo?”
“Agent G, direktur memintamu untuk datang keruangannya.”
“Ah, nae.. Arraseo…”
Ayah Youngbae kini menjabat sebagai direktur utama badan
agent rahasia Korea Selatan tersebut. Jiyong memutus sambungan telponnya dan
bertatap mata dengan Youngbae untuk beberapa saat sambil menghela nafas gugup.
Youngbae hanya tersenyum dan mengangguk-anggukan kepalanya
sambil menepuk-nepuk pundak sahabatnya itu. Ia bisa tahu bagaimana tegangnya
Jiyong.
Perlahan tapi pasti, Jiyong melangkahkan kakinya ke arah pintu
masuk ruang direktur utama yang memanggilnya. Tangannya mengetuk pintu kayu itu
dengan ragu-ragu.
“Masuk.” Respon ayah Youngbae dari dalam ruangan.
Jiyong menarik nafas dalam-dalam dan membuangnya saat ia
masuk ke dalam ruangan itu.
Like father like son, begitulah kata orang. Ayah Youngbae
tidak jauh berbeda dengan anaknya, sama-sama murah senyum dan suka membantu.
Beliau tersenyum kepada Jiyong dan memintanya untuk duduk.
“Kwon Jiyong…” Ucapnya, membuat Jiyong semakin gugup dan
merinding. “Itukah nama lengkapmu?”
“N-Nde Mong Jun-nim..”
Mong Jun berdiri dan membuka brankas besar yang ada di
ruangannya. Setelah terbuka, beliau membuka sebuah laci rahasia yang selama ini
tidak terdeteksi keberadaannya, ia mengeluarkan sebuah amplop cokelat tebal
yang entah berisikan apa. Sudah berdebu, lusuh, dan sedikit robek.
“Ah…” Erangnya pelan begitu kembali duduk di hadapan Jiyong.
“Jiyong-ah…” Panggilnya lagi.
“N-Nde…?”
“Kwon Jong-Kim… Apa itu nama ayahmu?”
Jiyong terdiam. Kwon Jong Kim, nama itu terus bergema di
kepalanya. Apa benar itu nama ayahnya?
“Molla… Aku tidak ingat…” Jiyong menghela nafasnya.
Mong Jun tersenyum tipis, “Tentu saja.. Saat itu kau masih
kecil. Bahkan tinggimu belum mencapai pinggangku.” Ia tertawa kecil, diikuti
oleh suara tawa Jiyong.
“Jiyong-ah…”
Suasana di dalam ruangan itu kembali sunyi. Sepi. Tegang.
“Aku sudah tua. Aku tidak bisa melindungi dokumen ini lebih
lama lagi. Aku rasa ini sudah saatnya untukmu untuk tahu sebuah rahasia yang
selama 21 tahun ini kusimpan sendiri.”
Mata sipit Jiyong terbuka lebar seketika, jantungnya
berdebar lebih cepat, nafasnya memburu. Rahasia tentang ayahnya kah?
“Saat ibumu meninggal, dan saat ayahmu dibawa pergi oleh
orang yang tidak kau kenal. Aku dan Youngbae kecil berjalan melewati rumahmu.
Aku melihat kau sedang menangis di depan pintu rumah dengan darah di pakaianmu..”
Mong Jun menyenderkan punggungnya di tempat duduknya.
“Begitu melihat ibumu tergeletak di lantai, aku langsung
memanggil polisi dan ambulance. Aku meminta Youngbae untuk menemanimu yang
sedang menangis. Saat kalian sedang diluar rumah, aku menelusuri seisi rumahmu
terutama kamar ayah ibumu.. Aku menemukan sebuah brankas rahasia yang ada di
bawah tempat tidur orang tuamu..”
Suhu tubuh Jiyong meningkat drastis. Masih mencoba menebak
kelanjutan cerita Mong Jun.
“Aku menemukan amplop ini. Ada selembar surat yang berisikan
namamu.” Mong Jun membuka amplop itu dengan hati-hati dan menunjukan surat itu
kepada Jiyong.
Dengan tangan yang sedikit bergetar Jiyong mengambil surat
itu dan mulai membacanya.
18 Agustus 1988
Hari ini anak laki-laki ku lahir. Ia adalah generasi penerus
keluargaku. Segala asset yang kumiliki akan kuserahkan padanya.
Aku sedang dalam bahaya, mereka akan membunuhku. Tolong lindungi
dokumen ini dan berikan kepada penerusku. Putraku satu-satunya.
Kwon Jiyong.
Kwon
Jong Kim
Mata Jiyong terbelalak tidak percaya dengan apa yang barusan
dibacanya.
“Jiyong-ah.. Kwon Jong Kim bukanlah nama ayahmu. Ia
mengganti identitas dirinya demi melindungi dokumen ini.”
“Mwo? Jadi….”
“Kwon Young Sam. Kwon Young Sam adalah ayahmu.”
Surat itu perlahan-lahan terlepas dari genggaman jari Jiyong
dan terjatuh ke lantai. Kwon Young Sam, seorang penggerak reformasi antara
Korea Selatan dan Korea Utara, sosok yang sangat berpengaruh bagi negara Korea
ternyata adalah ayah Jiyong.
“Dokumen ini…” Mong Jun mendorong amplop cokelat itu dengan
jarinya. “Ini adalah sebuah kontrak antara Korea utara dan Korea selatan yang
sangat penting. Kalau kontrak ini sampai jatuh ke tangan yang salah, maka
kiamat akan menghancurkan seluruh Korea.”
Jiyong mengeluarkan sebuah buku tebal dan membuka halaman
pertama. Sebuah foto tua terselip di halaman utama buku itu, mungkin foto itu
bisa mempermudah Jiyong menemukan ayahnya tapi sayang foto itu sudah mulai
pudar.
“The Contract…” Ucap Jiyong membaca judul perjanjian kontrak
itu.
Mong Jun berdiri dan menerawang ke luar jendela.
“Jiyong.. Tapi kau harus tahu..”
Jiyong mengalihkan pandangannya kembali kepada Mong Jun.
“Begitu kau membaca dokumen itu, orang yang membunuh ibumu,
menculik ayahmu akan kembali kesini. Mengejarmu. Untuk mengambil dokumen itu.”
DOR!
Sebuah peluru meluncur menembus jendela dan menghantam dada
Mong Jun. Seketika itu juga Mong Jun jatuh tergeletak di lantai.
“Mong Jun-nim! Mong Jun-nim!!” Jiyong tersungkur di sebelah
tubuh Mong Jun sambil menghindari peluru-peluru yang berdatangan dari luar
sana.
“Youngbae!! Youngbae!!!!” Jiyong berteriak sekeras mungkin.
Youngbae yang mendengar suara teriakan Jiyong dan suara
peluru disertai suara kaca yang pecah buru-buru berlari dengan senjata
ditangannya.
BRAK!
Kedua mata Youngbae terbuka lebar melihat ayahnya terkapar
dengan darah didadanya. Sementara Jiyong sedang berusaha meluncurkan
tembakan-tembakan ke arah orang yang menembak Mong Jun. Air mata mengalir dari
kedua mata Jiyong, tidak mau kehilangan orang yang sudah ia anggap sebagai
ayahnya sendiri.
“Abeoji!!!”
To Be Continued........
update please kekekeke
BalasHapusi'm so excited ^^
update please kekekeke
BalasHapusi'm so excited ^^